Polisi ungkap kasus perdagangan ilegal 3.194 ekor labi-labi moncong babi atau kura-kura moncong babi di Kabupaten Asmat, Papua. Beberapa telur dari hewan epidemik Papua itu ikut diambil alih petugas.

“Pengungkapan ini adalah satu diantara bentuk loyalitas kami dalam membuat perlindungan satwa diproteksi dari teror perdagangan ilegal,” tutur Kapolres Asmat AKBP Samuel Dominggus Tatiratu dalam penjelasannya diambil Rabu (25/12/2024).

Pengungkapan kasus ini berawal saat aparatur memperoleh laporan dari warga berkaitan perdagangan labi-labi moncong babi. Polisi seterusnya bergerak lakukan penyidikan sampai tangkap tersangka aktor dengan inisial MKP di kosannya, Jalan Mbait II, Agats, Asmat, Jumat (13/12).

“Dari lokasi itu, polisi mengambil alih tanda bukti berbentuk 9 biji cold box styrofoam, 1 ember plastik, 1.809 ekor tukik labi-labi moncong babi, dan sejumlah telur labi-labi yang masih juga dalam proses penetasan,” kata Samuel.

Tidak sampai di sana, polisi tangkap satu tersangka aktor yang lain dengan inisial R dalam suatu rumah Jalan Dolog, Agats pada Sabtu (14/12). Polisi amankan lagi beberapa ribu ekor hewan epidemik Papua itu.

“Di lokasi itu, anggota kami temukan 6 ember warna hitam yang berisi 1.385 ekor tukik labi-labi moncong babi dan telur-telur labi-labi yang masih juga dalam tahapan penetasan,” katanya.

AKBP Samuel menjelaskan terdakwa MKP pernah diamankan karena kasus sama. Dia sudah berkali-kali lakukan perdagangan ilegal satwa yang diproteksi.

“Terdakwa MKP adalah residivis,” ucapnya.

AKBP Samuel juga menghimbau warga supaya tidak terturut dalam kegiatan penangkapan dan perdagangan satwa yang diproteksi. Dia minta warga selekasnya memberikan laporan bila ada kegiatan ilegal itu.

“Ini untuk membuat perlindungan kekayaan hayati Papua,” jelasnya.

Simak juga:
Helikopter TNI AU Tolong Mencari Kapal LCT Cita XX 6 Hari Lenyap Contact di Mimika
Ke-2 terdakwa dijaring Pasal 40 ayat 2 juncto Pasal 21 ayat 2 huruf a Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Pelestarian Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

“Sanksi pidana penjara optimal lima tahun dan denda sampai Rp 100 juta,” tandas Samuel.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *